Sebelum ada penyesalan
February 12, 2016
Entah
kapan ini semua dimulai. Timbul perasaan ingin memiliki dan dimiliki. Timbul
perasaan lain kemudian. Cemburu dan peduli, khawatir dan kecewa, semakin sayang
semakin cinta. Mereka hadir setiap hari mewarnai apa yang sedang terjadi di
tengah kita. Mungkin terlalu dalam menyebut aku cemburu. Tapi aku hanya
bermaksud untuk menjaga hatiku, memastikan kau benar-benar tidak membahagiakan
dirimu dengan yang lain.
Karena tak pernah ada ikatan antara
kita berdua, karena itu aku ragu. Aku takut ketika dalam berjuang untuk
memenangkan hatimu belum ku usahakan sepenuhnya, sudah kau cari kebahagiaan di
tubuh yang lain. Karena itu mungkin aku sulit memahami apa yang sedang kau
lakukan, dengan siapa, dari dan sampai kapan. Meski aku percaya, aku tetap
ragu, khawatir kau tidak benar-benar menaruh harapan yang nyata padaku. Karena
sampai detik ini bahkan tak ada yang tahu bagaimana perasaanmu.
Apa perasaanku datang terlalu cepat?
Apa kamu baru saja akan berkata kita baru saling mengenal satu sama lain? Atau
kamu mau bilang perasaanku datang dengan lancang? “Masih baru kenal kok udah
sayang?”. Begitu? Salah kamu yang menciptakan obrolan yang hangat dan nyaman.
Salah kamu yang semakin hari semakin menghangatkan yang sudah nyaman. Salah
kamu dari awal, membuat nyaman perasaanku yang mulai hangat.
Kalau sudah terlanjur sayang,
“kemudian apa?”
Iya, meminta pada semesta, di masa
depan kelak aku menjadi jalanmu.
Kalau aku tidak bisa dan tidak
diperkenankan menjadi jalanmu,
Tak apa. Biar ku minta lagi pada
semesta, kamu yang menjadi jalanku.
Kamu jangan dulu pergi. Singgahlah
sebentar, akan ku sediakan kopi. Dan, cerita tentang bagaimana kamu bersamaku
di masa depan, mereka begitu manis. Cukup untuk menutupi pahit dari kopi tadi,
pula untuk kehidupan. Siapa tahu, setelah kopimu habis, ceritaku selesai, kamu
penasaran kemudian ingin tinggal.
Sebenarnya aku tidak berhak
menjanjikan apapun untukmu di masa depan, karena belum tentu dua menit kemudian
aku masih punya kehidupan. Maka untuk sekarang, setidaknya mari kita coba mulai
dari awal sebelum terlambat. Sebelum penyesalan datang mendahului perasaan kita.
Sebelum perasaanku terfitnah salah.
Tapi jujur, demi ketulusan, aku
pernah menuntutmu diam-diam soal kejelasan. Meski hati sudah mengerti kemana
dia harus mengantar setiap rindu yang diciptakan, dan sudah ada emosi yang
serupa antar dua hamba Tuhan, aku tetap diam-diam menuntutmu bagaimana jika
kita coba jalani kehidupan menjadi sebuah pasangan?
Maaf, karena aku perempuan, karena
itu aku tidak bisa memulai. Meski sebenarnya keinginan untuk mengungkapkan
padamu dan memulai duluan dalam menciptakan sebuah komitmen lebih besar dari
pertahananku. Yaa, sebesar apapun itu, aku tetap perempuan, ‘kan?
Kamu sadar, lah, sebelum aku lelah
menyadarkan.
Bondowoso, 12 bulan kedua, 2016.
1 komentar
Super banget tulisanyaaaa kakak.. Tetangga dong kita... Akh dari jember :))
ReplyDelete